Namaku Yani, sekarang umurku 38 tahun, aku sudah berkeluarga. Ketika umurku 16 tahun orangtuaku menikahkan aku dengan seorang duda yang mempunyai bisnes sendiri. Dari pernikahanku itu aku mendapat 2 orang anak, anak pertama seorang perempuan berusia 21 tahun bernama Yanti yang ketika ini sedang menuntut di USA sedangkan adiknya bernama Adi yang berusia 17 tahun. Anakku yang kedua ini agak terencat akal dan kurang cerdik. Sewaktu melahirkan Adi aku mengalami komplikasi dan doktor memutuskan untuk membuang rahimku. Akibatnya aku tak mampu lagi hamil.
Kerana keadaanku ini dan suamiku mengingini keturunan lelaki normal maka tiga tahun lalu suamiku berkahwin lagi. Aku hanya menerima dan pasrah kerana aku sangat menghormati suamiku. Banyak teman-teman dan keluargaku yang menyarankan supaya aku bercerai dengan suamiku dan berkahwin lain. Memang kalau difikirkan aku tak suka dimadu. Aku suka menjaga tubuhku sehingga kulit dan tubuhku masih terlihat seksi dengan ukuran dadaku yang 38 membuat banyak pemuda melirik kalau aku melintas. Tapi itu semua tidaklah berarti kalau aku mandul, dan lagi suamiku masih mencintai diriku, biarlah dia melakukan apa yang ia inginkan kerana aku sedar aku tidak mampu memberikan anak lagi kepadanya.
Pada awal-awal tahun pernikahan dengan isteri keduanya ia masih kerap mengunjungiku, tapi lama kelamaan suamiku jarang pulang. Dia lebih suka menginap di rumah isteri mudanya, dia hanya sesekali pulang untuk memberi wang untuk keperluan rumah tangga bahkan ia sudah sangat jarang menggauli aku lagi.
Kerana di rumah hanya ada aku dan Adi maka aku lebih sering menemani tidurnya, meskipun dia terencat tapi dia anak yang sangat kusayangi, dan sudah menjadi kebiasaannya sejak kecil apabila mau tidur ia suka memainkan puting susuku sampai akhirnya ia tidur terlelap. Dan lagi aku fikir dia anakku dan aku sedar akan mentalnya yang terencat meskipun umurnya sudah remaja tapi mentalnya masih seperti anak kecil.
Malam itu seperti biasa sebelum tidur ia memainkan puting susuku, tapi entah malam itu suasananya sangat berbeza, mungkin kerana hampir empat bulan lebih suamiku tidak menggauliku, darahku berdesir kencang ketika jarinya mempermainkan puting susuku dan sesekali meramas payudaraku yang berukuran lumayan besar, kupandang wajahnya yang matanya terpejam tersengguk-sengguk.
"Dia anakku."
Batinku berusaha menyingkirkan nafsu birahiku, kucuba mengatur nafasku dan memejamkan mataku agar perasaan itu hilang, malah lain pula yang berlaku.
"Aaah..!!" aku mengerang kecil ketika Adi tiba-tiba mengulum putingku dan menyedut seakan-akan sedang menyusu. Kugigit bibirku dan terus kupandang wajah polos anakku yang tidak mengetahui ibunya sedang dilanda birahi.
"Meskipun terencat tapi anakku ini kelihatan ganteng seperti papanya" batinku berbisik.
"Uuhh..." aku kembali mendesah ketika Adi dengan cepat menyedut putingku.
Aku semakin tidak tahan, vaginaku terasa berdenyut kencang. Rangsangan ini begitu hebat, aku semakin tidak tahan, rangsangan birahi ini betul-betul menyiksaku. Aku menggigit bibirku, entah kenapa ketika itu aku ingin vaginaku disentuh.
Akhirnya dengan pelan-pelan kumasukkan tanganku sendiri ke dalam celana dalamku, vaginaku terasa basah, pelan-pelan kuelus dengan lembut klitorisku.
‘Uhmm terasa enak sekali’ kuelus-elus klitorisku sambil sesekali kumasukkan jariku ke lubang vaginaku, semakin lama aku semakin tidak tahan, aku ingin sekali ada pelir yang masuk ke dalam vaginaku, vaginaku betul-betul terasa sangat basah.
Kurenung Adi, ia sudah melepaskan hisapannya dan sudah tidur terlelap di sebelahku. Kukecup keningnya dengan lembut. "Aku harus sabar menghadapi semua ini" suara batinku dan berusaha menyabarkan diriku. Ketika aku ingin menyelimuti dirinya secara tidak sengaja aku melirik ke arah celana pendeknya, terlihat kemaluannya berbonjol di celananya itu. Melihat pemandangan itu aku semakin menelan liur, kupandangi lagi wajah anakku yang semakin terlihat mirip dengan papanya, kemudian kupandangi lagi kemaluannya, aku semakin ragu.
Tapi entah dirasuk syaitan tiba-tiba aku mempunyai keberanian. Perlahan-lahan kutarik ke bawah celana pendeknya, dan dengan hati-hati kubuka pula celana dalamnya. Aku terpaku ketika melihat pelirnya meskipun belum berdiri tapi terlihat besar bahkan terlihat lebih besar dari papanya. Gairahku semakin memucak aku semakin tidak tahan melihat pemandangan didepanku. Air liurku sudah keluar karena sangat ingin sekali merasakan kenikmatan.
Kemudian dengan gemetaran kugenggam batang penis itu, pelan-pelan kukocok penis itu dengan tanganku dan perlahan-lahan pula batang penis itu semakin tegang berdiri. Mataku semakin melotot melihat ukurannya semakin membesar dan kemudian tanpa ragu lagi kudekatkan ke mulutku. Kujilati batang zakar itu sampai basah dan kemudian kubuka mulutku dan dengan penuh perasaan kukulum pelir yang sudah membesar itu.
"Ehmm punai ini enak , sedap.." aku bermonolog.
Pelirnya terasa penuh di mulutku, kumainkan batang Adi dengan penuh perasaan. Aku semakin geram melihat pelirnya yang berdiri tegak dengan gagahnya. Aku semakin menelan liur, vaginaku semakin berdenyut kencang. Aku semakin gelap mata bila vaginaku betul-betul menjerit ingin mencuba batang teruna itu, aku tak peduli lagi dengan keadaan bahwa ia anakku.
Maka dengan segera kulepaskan semua pakaian yang ada ditubuhku, kudekati kembali tubuh anakku lalu kugenggam batang pelirnya agar berdiri tegak dan dengan posisi jongkok kubenamkan kepala bulat itu ke dalam vaginaku, vaginaku terasa merekah lebar ketika batang anak terunaku itu masuk, dengan cepat kurasakan sensasi yang nikmat.
"Aah.. enak... ouw fuck!" akupun meringis enak merasakan pelir yang besar itu menusuk vaginaku, kugoyangkan pinggul dan pantatku agar pelirnya semakin terasa. Bagaikan orang sedang mengopek kelapa dengan lembing tajam terpacak di tanah. Aku semakin terbuai dengan permainanku sendiri sampai aku tidak sadar kalau Adi sudah terbangun dan merenungku, wajahnya menyiratkan sejuta pertanyaan. Ia seperti tidak mengerti akan apa yang ibunya lakukan terhadapnya.
"Ah.. enak.. aahhhh...." kata-kata lucahku tanpa sedar keluar dari mulutku. Kuramas kedua payudaraku sendiri sambil tubuhku kubawa naik turun mengocok pelir Adi dengan vaginaku. Kupejamkan mataku meresapi segala kenikmatan yang kuraih malam ini, kulihat Adi di bawahku tampak wajahnya sangat sayu dan sesekali memejamkan matanya dengan cepat. Aku mengerti kalau iapun merasakan nikmat seperti yang kurasakan ketika ini. Kedua tangannya mengepal seperti menahan sesuatu, ditengah kenikmatanku aku tersenyum dan kukecup bibirnya dengan memeluknya.
"Uh.. Adi anak mami, enak sayang? Maaf ya mami mau main kuda-kuda dengan kamu sayang, tak apa-apa kan?" ujarku kepadanya.
Tampak Adi bingung tanpa berkata apa-apa, mungkin kerana terkejut ia diperlakukan seperti itu oleh mamanya, sampai akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Akupun semakin mempercepat goyanganku, batang pelirnya terasa cepat keluar masuk, Adi jugamula mengerang sakan. Kuraih kedua tangannya kusuruh ia meramas kedua payudaraku sementara aku tidak meneruskan goyanganku.
"Aahh... sayang.. sedap sungguh burung kamu... burit mami rasa geli, nikmat..." kata-kata lucahku semakin tidak terkawal.
Tanganku mencengkam bahu Adi sementara di bawah pantatku semakin mengeluarkan bunyi ketika bersentuhan dengan pahanya yang sudah mulai basah oleh cairan nikmat yang meleleh dari dalam vaginaku. Tidak ada kata-kata yang keluar dari dalam mulut Adi kecuali erangan kenikmatan, bahkan kedua tangannya semakin kuat meramas payudaraku, akupun semakin cepat mengepam pelirnya di dalam vaginaku.
"Ahh.. sayang burung kamu enak, sedap.. ah.. ah.. uh.. enak.. enak"
Tiba-tiba aku merasakan kenikmatan yang sudah sampai di puncak, aku akan mengalami orgasme. Kuputar-putar pantatku secara liar sementara kedua tangan Adi sudah tidak lagi meramas payudaraku. Kedua tangannya mengepal seakan-akan iapun menahan kenikmatan yang amat sangat. Tak lama kemudian tiba-tiba ia menjerit keras dan kurasakan pelirnya menyemburkan spermanya di dalam vaginaku. Hangatnya cairan spermanya membuatku semakin cepat menggoyangkan pinggul dan pantatku, sampai akhirnya...
"Ahhh.. ah.. ah.. nikmatnya...!" aku menjerit setinggi langit. Kepalaku kudongak ke atas, payudaraku terasa bergoncang hebat, dan pinggulku menghentak-hentak, betul-betul orgasme hebat yang aku rasakan.
"Adi suka sayang main kuda-kuda dengan mami?" tanyaku ketika nafasnya sudah mulai teratur.
"I.. iaa mam," jawabnya dengan suara tersekat-sekat.
"Adi memang anak yang mami sayang, tapi ingat Adi tak boleh kasi tahu papa kalau main kuda-kuda dengan mami, nanti dimarahi papa," kucuba mengingatkannya agar tidak memberitahukan kejadian ini kepada suamiku. Ketika ia mendengar kata dimarah terlihat raut wajahnya yang takut, anggukan kepalanya membuatku sedikit tenang.
Malam itu sampai pagi tiba, kuajarkan sedikit demi sedikit mengenai posisi seks, entah berapa banyak aku mengalami orgasme ketika bercinta dengannya. Bahkan ketika pembantuku sudah sibuk di dapur, di bilik atas Adi masih mengepam pelirnya di dalam vaginaku. Sampai akhirnya ia menyemburkan spermanya kembali di dalam vaginaku. Hari itu aku betul-betul puas. Rasa yang selama ini kupendam akhirnya tertunai sudah.
Sejak itu, Adi selalu menjadi penglipur laraku ketika aku memerlukan seks. Akalnya yang terencat sangat menguntungkan bagiku kerana Adi tidak pernah menceritakan kejadian ini kepada siapapun. Mungkin karena difikirannya hal tersebut sudah lumrah. Hidupku pun semakin seronok dengan idea gila-gilaku. Aku memperkenalkan Adi dengan kawan-kawan senasib denganku dan semuanya memuji kehebatan butuh Adi yang besar dan panjang.
Sesekali bila kurenung-renung, tidak rugi mempunyai seorang anak teruna yang kurang cerdik, kata orang anak idiot.
No comments:
Post a Comment